Artikel

Jiwa yang Pluralis

Jiwa yang pluralis ialah jiwa yang memiliki kemampuan untuk memahami dan sekaligus memberikan toleransi terhadap nilai-nilai pluralitas yang hidup di lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai pluralitas ialah sekumpulan kelompok nilai atau sub-kultur yang diikat oleh suatu kekuatan nilai lebih tinggi yang memungkinkan masing-masing kelompok dan subkultur itu menyatu di dalam suatu wadah kebersamaan. Berbeda dengan nilai-nilai heterogenitas yang biasa difahami sebagai sekumpulan kelompok nilai atau sub-kultur yang berdiri sendiri tanpa diikat oleh satu kesatuan nilai yang lebih tinggi.
Nilai-nilai kemajmukan Indonesia lebih tepat disebut sebagai nilai-nilai plural ketimbang nilai-nilai heterogen, karena meskipun terdiri atas berbagai suku, etnik, bahasa, dan agama namun tetap merupakan satu kesatuan geokultural dan ideologis sebagaimana tercermin di dalam motto “Bhinneka Tunggal Ika”, bercerai-berai tetapi tetap satu. Segenap warga bangsa Indonesia bersepakat untuk menghimpunkan diri di dalam satu wadah kesatuan yang disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, nilai pluralism Indonesia lebih dekat kepada jiwa segenap warga bangsa Indonesia.

Pluralisme Indonesia difahami sebagai sebuah konsep kesatuan yang tersusun dari berbagai unsur keberagaman. Keberagamannya diikat oleh sebuah kesatuan yang kokoh, melalui persamaan sejarah sebagai penghuni gugusan bangsa yang pernah dijajah selama berabad-abad oleh bangsa lain, dalam hal ini Belanda dan Jepang. Kehadiran kolonialisme, setuju atau tidak, telah memberikan andil yang penting untuk menyatukan bangsa Indonesia, sebagai sesame warga bangsa yang mengalami nasib penderitaan yang sama. Di samping persamaan sejarah, pluralisme Indonesia juga diikat oleh kondisi obyektif bangsa Indonesia sebagai suatu negara bangsa yang menjunjung tinggi azas kebersamaan, baik kondisi obyektif maupun kondisi subyektif. Kesatuan kebangsaan ini juga biasa diistilahkan dengan nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme terbuka, sebagaimana dijelaskan di dalam UUD 1945 yang di dalamnya mengatur hak-hak azasi manusia, seperti hak berserikat, hak beragama, hak berbudaya dan hak budaya itu sendiri, mengakui hak-hak internasional dan hak-hak kemanusiaan lainnya. Nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme tertutup dalam arti mengandalkan dan meninjolkan unsur kekuatan dalam (inner werkende gaist), lalu kekuatan dalam ini digunakan sebagai alat pembentur dengan unsur-unsur lain yang berasal dari luar dirinya.

Misalnya, menolak kehadiran budaya dan aliran asing yang berbeda dengan kekuatan dalam tadi. Dialektika nasionalisme Hegel dapat dijadikan contoh nasionalisme tertutup, karena menganggap kekuatan dari luar sebagai ancaman dan memperlakukannya sebagai “imigran asing” yang harus dimata-matai. Akibanya ketegangan konseptual selalu mewarnai ruang publik. Rezim politik paruh pertama Orde Baru yang membentuk berbagai perangkap pengaman nasionalisme, seperti Kopkamtib, Bakin, dan semacamnya.

Karakter dan jiwa segenap warga bangsa Indonesia dibentuk oleh persamaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang memiliki sejarah panjang, dan kepentingan, serta tujuan yang sama. Keutuhan jiwa seperti ini perlu dipelihara dan dipertahankan.

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-6204388/jiwa-yang-pluralis.

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Read More